Awas, China Kirim Sinyal Bahaya! RI Kudu Siaga Satu

Pekerja melakukan pendataan bongkar muat kontainer peti kemas di Terminal 3 Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemulihan ekonomi global dari pandemi Covid - 19 dinilai lebih cepat dari yang diekspektasi banyak pihak. Sehingga produksi dan perdagangan melonjak signifikan yang membuat ketidakseimbangan pasar, yang berimbas pada kekurangan bahan baku dan kelangkaan kontainer.. (CNBC Indonesia/ Muhammad Tri Susilo)

  • Kabar tak sedap kembali menghampiri Negeri Tirai Bambu pasca rilis data Impor negara ini mengalami kontraksi, sementara ekspor bergerak lebih lambat dari biasanya.
  • Kondisi ini terjadi meskipun pembatasan Covid-19 telah dicabut dan pertumbuhan ekonominya melesat dari perkiraan ekonom
  • Melemahnya data impor ini tentu bakal mempengaruhi negara mitra dagang utamanya, termasuk Indonesia.

– Impor China mengalami kontraksi tajam pada https://37.1.221.205/ bulan April, sementara ekspor naik dengan kecepatan yang lebih lambat. Artinya, ini semakin memperkuat tanda-tanda lemahnya permintaan domestik.

Aktivitas perdagangan tetap membburuk meskipun pembatasan Covid-19 di Negeri Tirai Bambu. Perlambatan juga bakal menambah tekanan pada ekonomi yang sudah kesulitan menghadapi pertumbuhan yang melambat.

Berdasarkan data di atas Impor negara dengan size ekonomi terbesar kedua di dunia ini tercatat turun 7,9% (year-on-year/yoy) pada April, lebih dalam dibandingkan kontraksi 1,4% pada bulan sebelumnya.

Data Bea dan Cukai China juga  mencatat ekspor tumbuh 8,5% (yoy). Meskipun tumbuh namun angkanya berkurang dari 14,8% pada Maret lalu.

Ekonom dalam jajak pendapat Reuters memperkirakan tidak ada pertumbuhan impor dan ekspor  akan meningkat sebesar 8%. Artinya, aktivitas perdagangan China lebih buruk dibandingkan ekspektasi.

“Pada awal tahun ini, orang akan berasumsi bahwa impor akan dengan mudah melampaui level 2022 setelah pembukaan kembali, tetapi ternyata tidak demikian,” kata Xu Tianchen, seorang ekonom di Economist Intelligence Unit dikutip dari Reuters.

Padahal, perekonomian China tumbuh lebih cepat dari yang diharapkan pada kuartal pertama berkat konsumsi jasa yang kuat. Namun, output pabrik telah tertinggal dan angka perdagangan terbaru menunjukkan jalan terjal dan panjang untuk mendapatkan kembali momentum pra-pandemi di dalam negeri.

Ekonomi China melesat pada kuartal I-2023 melebihi ekspektasi pasar. Ekonomi Tiongkok tumbuh 4,5% (oy) pada tiga bulan pertama tahun ini.

Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan ekspektasi pasar sebesar yang berada di angka 4% dandi atas kuartal IV-2023 yang tercatat 2,9% (yoy).

Secara kuartal, ekonomi China tumbuh 2,2% pada Januari-Maret 2023,jauh lebih tinggi dibandingkan 0,6% pada kuartal sebelumnya.

Namun, pejabat pemerintah telah berulang kali memperingatkan tentang dampak situasi eksternal yang “parah” dan “rumit” setelah meningkatnya risiko resesi bagi banyak mitra dagang utama China.

Penurunan tajam dalam arus perdagangan bulan lalu hanya akan memperbaharui kekhawatiran tentang keadaan permintaan eksternal dan risiko yang ditimbulkan terhadap ekonomi domestik.

Terlebih mengingat pemulihan yang lemah dari tahun sebelumnya ketika impor dan ekspor sangat terganggu oleh pembatasan Covid-19 di China.

Penurunan impor menunjukkan ekonomi dunia tidak akan dapat mengandalkan mesin pertumbuhan domestik China, karena negara tersebut mengekspor kembali beberapa impornya.

Hal itu juga memperkuat tingkat kelemahan di beberapa ekonomi mitra dagang utamanya.

Analis mengatakan kampanye pengetatan kebijakan moneter global yang tajam selama 12-18 bulan terakhir dan tekanan perbankan Barat baru-baru ini tetap menjadi perhatian bagi prospek kebangkitan baik di China maupun di seluruh dunia.

Pertumbuhan pengiriman ke ASEAN, blok negara-negara Asia Tenggara tercatat melambat menjadi 4,5% di bulan April dari 35,4% bulan lalu. Kawasan tersebut merupakan mitra ekspor terbesar China.

Lantas, Bagaimana Dampaknya Terhadap Indonesia?

Untuk diketahui, China merupakan negara mitra perdagangan Indonesia terbesar.  Total perdagangan China dan Indonesia menembus US$ 133,65 miliar pada 2022 atau naik 17,70% dibandingkan 2021.

Ekspor Indonesia ke China mencapai US$ 65,92 miliar sementara impor dari Tiongkok mencapai US$ 67,72 miliar. Baik ekspor dan impor merupakan yang tertinggi dalam sejarah.

Pada Januari-Maret 2023, ekspor ke China tercatat US$ 16,58 miliar atau naik 26,7%. Impor tercatat US$ 15,34 miliar atau turun 3,6%.

Sepanjang kuartal I-2023, Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar US$ 1,24 miliar terhadap China.

China memang kini tengah menjadi sorotan dunia, termasuk Indonesia. Ekonomi yang terus memburuk memberikan dampak negatif terhadap Indonesia yang merupakan mitra dagang utama.

Kita lihat saja, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat surplus neraca perdagangan pada Maret 2023 mencapai US$ 2,91 miliar. Posisi surplus ini dicapai setelah impor Indonesia tercatat US$23,50 miliar lebih rendah dari ekspor sebesar US$ 20,59 miliar.

Namun, surplus neraca perdagangan diperkirakan mengecil pada April 2023. Surplus menyusut karena melandainya aktivitas perdagangan karena libur Lebaran.

Surplus juga diproyeksi mengecil karena ada penurunan permintaan dari mitra dagang utama Indonesia. Surplus juga melandai karena harga sejumlah harga komoditas melandai.

Sementara, impor batu bara China pada periode April dilaporkan mengalami penurunan pada bulan April dari level tertinggi 15 bulan di bulan sebelumnya, ini terhenti karena melemahnya permintaan di raksasa Asia.

Selain batu bara, impor tembaga proksi dan gas alam juga turun pada periode yang sama.

Oleh sebab itu, strategi harus di siapkan oleh pemerintah salah satunya dengan mencari pasar baru untuk menjual produk Indonesia. Pengalihan tujuan ekspor akan menyasar negara-negara yang ekonominya tetap tumbuh di tengah kondisi sekarang. Semisal India, Asia Selatan, Afrika hingga Timur Tengah atau bahkan bisa fokus ke ASEAN.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*