Wow! Dari Tudung Saji, Pengusaha Ini Raup Rp50 Juta/Bulan

Zara Kemilau (CNBC Indonesia/Anisa Sopiah)

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) tidak boleh dianggap remeh. Nina Yulianti membuktikan, sebagai pengrajin sekaligus pengusaha tudung saji, mampu meraup keuntungan hingga Rp 50 juta per bulan.

Nina Yulianti, pemilik bisnis handicraft tudung saji Zahra Kemilau, bercerita kepada CNBC Indonesia di International Handicraft Trade (Inacraft) 2022, Rabu (26/10/2022) tentang perjalanan bisnisnya sejak 2005 yang bermula dari kebutuhan ekonomi.

“Jadi awalnya kebutuhan ekonomi, karena kan aku mantan sekretaris, aku nggak kerja karena punya bayi. Terus karena kepepet ekonomi jadi kreatif, ” ceritanya.

Kreativitasnya ini muncul dari hobinya yang suka mengoleksi tudung saji. Berawal dari keinginan untuk menambah pernak pernik di tudung saji yang sudah ada, dia kemudian mendapat pembeli pertama ketika temannya berkunjung ke rumah.

“Karena aku kebetulan penggemar tudung saji. Jadi awalnya nyontek tudung saji yang ada, beli di pameran terus ditambahin aksesoris. Eh, pas temen ke rumah dibeli sama dia, ‘aku bayarin deh katanya’,” kenang Nina.

Tak disangka, ternyata temannya ini kemudian menjadi pembuka rezeki. Orderan pertama banyak datang dari orang-orang yang datang ke rumah teman Nina. “Terus dia letakin di rumah, eh ditanya temennya beli di mana, akhirnya pada pesan sama saya, buka PO, padahal bingung juga waktu itu karena belum siapkan,” katanya.

Melihat peluang besar dari permintaan tersebut, Nina kemudian langsung menjemput bola. Ia langsung pergi ke pasar-pasar untuk mencari kain dan motif yang menarik. “Aku kalau cari bahan itu, ngelihat motif dan bahan kainnya,” terangnya.

Itu juga yang menjadi keunggulan dari tudung saji produksinya. Keunikan motif dan bahan yang bagus membuatnya menjadi pemegang pasar tudung saji area Jakarta dan sekitarnya.

Bermodalkan kurang dari Rp 500 ribu, saat ini Nina mendapatkan keuntungan bersih sekitar Rp 30-50 juta perbulan. Menurutnya, keuntungan tersebut sangat dibantu oleh reseller. Beberapa diantaranya berasal dari Pekanbaru, Jakarta dan Makassar.

“Pas pandemi kemarin, pendapatan ketolong banget sama reseller, karena ternyata di online bisnisnya jalan,” cerita.

Selain itur, Nina juga terus mengembangkan bisnisnya dengan menambah berbagai jenis handicraft yang ia produksi. Terbaru, ia mengeluarkan case tisu yang berbentuk mobil jadul untuk menarik pelanggan. “Sekarang kita ngeluarin tisu case dengan gaya mobil zaman dulu. Ini jenis mobil dahulu berdasarkan tahunnya, kita jual kisaran Rp 550-750 ribu,” terangnya.

Namun, menurut Nina, dalam menjalankan bisnis handicraft tetap memiliki kendala. Salah satunya sering kali bahan bakunya terpengaruh oleh kondisi ekonomi global yang tidak menentu, seperti saat ini harga bahan bakunya sedang naik.

“Kendalanya ada di bahan baku ya, yang harganya luar bisa naik sedangkan aku nggak bisa naikin harga. Harga yang suka naik tu kawat, karena katanya distributornya dari Cina,” katanya.

Nina sangat berhati-hati dalam menentukan harga karena dia merasa bahwa bisnisnya ini bukan bahan pokok. “Mau naikin harga susah karena sadar diri produk aku bukan kebutuhan pokok, ibu-ibu kalau harga mahal entar aja deh, mending beli baju daripada tudung saji,” katanya.

Namun, dia tetap optimis menjalankan bisnis handicraftnya. Dia berpesan kepada para pengusaha handicraft untuk terus berkreasi, mencari motif dan mengikuti tren saat ini, dan jangan patah semangat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*