Rupiah sempat jeblok hingga 0,59% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.450/US$ pada perdagangan Kamis (16/3/2023). Namun di penutupan perdagangan berhasil dipangkas, rupiah berakhir di Rp 15.380/US$, melemah 0,13% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Pelemahan rupiah belakangan ini disebut Bank Indonesia (BI) terkait kebangkrutan tiga bank di Amerika Serikat dalam waktu singkat beberapa waktu terakhir. Hal ini menjadi penyebab tertahannya aliran modal ke negara berkembang, rupiah pun melemah.
“Pengetatan kebijakan moneter dan penutupan 3 bank di AS meningkatkan ketidakpastian dan menahan aliran modal dan tekanan terhadap pelemahan nilai tukar di beberapa negara,” ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG) hari ini.
Perry mengungkapkan bahwa bank sentral tetap menjaga stabilitas rupiah di tengah ketidakpastian pasar global sejalan dengan pelemahan hampir di seluruh mata uang.
“Nilai tukar pada 15 Maret sedikit terdepresiasi sebesar 0,75% secara point to point dibandingkan level di akhir Februari 2023,” kata Perry
Namun, jika dilihat secara tahun kalender atau year to date, rupiah menguat sebesar 1,32%. Apresiasi ini lebih baik dibandingkan rupee India yang terdepresiasi sebesar 0,16% dan ringgit Malaysia yang turun sebesar 1,8%.
Di saat yang sama, Perry mengumumkan kembali mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) pada level 5,75% di tengah gonjang ganjing global yang semakin memanas.
Suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.
Perry menuturkan, keputusan ini tetap konsisten dengan stance kebijakan moneter pre-emptive dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan.