Credit Suisse tengah berada dalam guncangan finansial, menyusul ambruknya Silicon Valley Bank yang memicu kekhawatiran industri perbankan secara global.
Serangkaian kerugian, kegagalan manajemen risiko profil tinggi, dan perubahan kepemimpinan puncak telah menempatkan bank terbesar kedua di Swiss itu di bawah sorotan tajam.
Dilansir Reuters, Credit Suisse harus meningkatkan modal, menghentikan pembelian kembali saham, memotong dividennya, dan memperbaiki manajemen setelah kehilangan lebih dari US$ 5 miliar dari keruntuhan Archegos pada Maret 2021, ketika mereka juga harus menangguhkan dana klien terkait dengan skandal yang melibatkan Greensill.
Skandal mata-mata memaksa CEO Tidjane Thiam saat itu untuk berhenti pada 2020, dan regulator keuangan Swiss mengatakan Credit Suisse telah menyesatkan tentang skala pengawasannya.
Penggantinya, Thomas Gottstein, bertahan hingga Juli 2022 sebelum digantikan ‘ahli restrukturisasi’ Ulrich Koerner sebagai CEO dan meluncurkan tinjauan strategis kedua dalam setahun.
Peran Vital
Sejak didirikan pada 1856, Credit Suisse telah memainkan peran sentral dalam sejarah dan perkembangan Swiss. Bank ini didirikan oleh politisi dan pengusaha Swiss Alfred Escher untuk membiayai perkeretaapian negara dan mendukung industrialisasi.
Melalui serangkaian merger dan akuisisi, ia tumbuh menjadi bank terbesar kedua di Swiss dan salah satu bank terbesar di Eropa.
Credit Suisse memiliki lebih dari 50.000 karyawan dan 1,6 triliun franc Swiss dalam aset yang dikelola pada akhir 2021.
Credit Suisse memiliki bank Swiss domestik, plus manajemen kekayaan, perbankan investasi, dan operasi manajemen aset.
Bank Nasional Swiss telah menetapkannya sebagai salah satu bank yang penting secara sistemik global Swiss, yang kegagalannya akan menyebabkan “kerusakan yang signifikan terhadap ekonomi dan sistem keuangan Swiss”.
Belakangan, Saudi National Bank, menjadi investor terbesar di Credit Suisse. Namun, ketika kondisi perusahaan makin runyam, uang dari Timur Tengah tampaknya tak banyak membantu.
Terancam Bangkrut
Masalah yang dialami Credit Suisse bermula setelah mereka mengakui ada “kelemahan material” yakni kelemahan dalam kontrol internal mereka ketika bank terlambat merilis laporan keuangan.
Persoalan makin runyam setelah investor terbesar mereka Saudi National Bank, asal Arab Saudi, menolak memberikan tambahan modal karena terbentur aturan kepemilikan saham maksimal 10%.
Meluasnya krisis perbankan semakin meningkatkan kekhawatiran pasar jika ada persoalan besar dalam sistem perbankan global.
Saham bank yang berdiri pada 1856 tersebut jeblok 39% dalam delapan hari perdagangan, termasuk turun tajam 24% kemarin.
Bank sentral Swiss mengatakan pada Rabu malam bahwa tingkat permodalan dan likuiditas di Credit Suisse memadai tetapi menekankan siap menyediakan likuiditas bagi lembaga jika diperlukan.
“Credit Suisse memenuhi kebutuhan modal dan likuiditas untuk bank-bank penting secara sistemik. Jika diperlukan, Bank Nasional Swiss (SNB) akan menyediakan likuiditas untuk Credit Suisse,” kata pernyataan SNB dan regulator keuangan Swiss Finma mengatakan dalam pernyataan bersama dikutip CNBC International dan Al Jazeera.
Sementara itu, Pimpinan Credit Suisse, Axel Lehmann, tetap membela posisi bank tersebut dengan mengatakan lembaga perbankan itu telah ‘mengonsumsi obat’ untuk menghindari resiko. Ia juga mengomentari kemungkinan Credit Suisse mendapatkan suntikan dana pemerintah Swiss.
“Itu bukan topik. … Kami diatur. Kami memiliki rasio modal yang kuat, neraca yang sangat kuat. Kita semua terlibat, jadi itu bukan topik sama sekali,” tegasnya.
CDS Melonjak
Kekhawatiran publik terkait kondisi Credit Suisse sejatinya terlihat dari premi risiko investasi atau credit default swap (CDS) yang melambung.
CDS merupakan istilah yang menggambarkan produk derivatif berupa kontrak keuangan yang memungkinkan investor untuk menghilangkan atau mengurangi risiko bisnisnya kepada pihak lain, dengan membayar premi sesuai pada angka yang disepakati.
CDS Credit Suisse dengan tenor 5 tahun pada Senin melonjak sebanyak 36 basis poin menjadi 453 basis poin. Tercatat, CDS bank asal Swiss itu menjadi yang paling meningkat dalam indeks Bloomberg yang melacak CDS dari 125 perusahaan kelas atas Eropa.
investor khawatir tentang kemampuan Credit Suisse untuk menempatkan rencana restrukturisasi yang akan memutarnya lebih jauh ke pinjaman swasta, memotong sebagian besar bisnis perbankan investasi, dan mengurangi biaya dengan memangkas 9.000 pekerjaan.
Aksi Penyelamatan
Di tengah kondisi yang kian sulit, Credit Suisse mengumumkan akan meminjam hingga 50 miliar franc Swiss atau sekitar Rp 833 triliun (kurs Rp 16.660) dari Bank Nasional Swiss (SNB). Keputusan ini diambil tak lama setelah investor utamanya, Saudi National Bank, mengatakan tidak akan dapat memberikan bantuan lebih lanjut.
Credit Suisse mengatakan pinjaman terbaru ini diambil di bawah fasilitas pinjaman tertutup dan fasilitas likuiditas jangka pendek. Nantinya, dana ini akan digunakan untuk menciptakan bank yang lebih sederhana dan lebih fokus yang dibangun berdasarkan kebutuhan klien.
“Bank melakukan penawaran tender tunai sehubungan dengan sekuritas utang senior berdenominasi sepuluh dolar AS dengan pertimbangan agregat hingga US$ 2,5 miliar (Rp 2,5 triliun) serta penawaran terpisah untuk empat sekuritas utang senior berdenominasi Euro hingga total 500 juta euro (Rp 8,1 triliun),” kata perusahaan itu dikutip CNBC International.
CEO Credit Suisse Ulrich Koerner mengaku manuver ini merupakan tindakan tegas untuk memperkuat posisi bank itu dalam melakukan transformasi strategi bisnis.
“Kami berterima kasih kepada SNB dan FINMA saat kami melaksanakan transformasi strategis kami. Tim saya dan saya bertekad untuk bergerak maju dengan cepat untuk menghadirkan bank yang lebih sederhana dan fokus yang dibangun berdasarkan kebutuhan klien,” katanya.