Mau Beli Saham Perusahaan “UKM’ Modal Goban? Gini Caranya

Crowdfunding

Equity Crowdfunding kembali jadi perbincangan usai viralnya kasus Menantea, perusahaan minuman besutan rekan-rekan Jerome Polin yang dikabarkan menawarkan saham lewat layanan urun dana.

Sejatinya, lewat equity crowdfunding, bukan hanya perusahaan Menantea saja yang bisa Anda beli, melainkan juga perusahaan lain berskala UMKM sekalipun.

Equity bisa diartikan sebagai saham, sementara crowdfunding adalah urun dana.

Dalam equity crowdfunding, akan ada pihak yang disebut penerbit, mereka adalah pihak yang menjual saham langsung ke investor.

Penerbit merupakan pelaku usaha https://cicakrowoh.shop/ berbadan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor tidak lebih dari Rp 30 miliar dan kekayaan bersih kurang dari Rp 10 miliar (di luar tanah dan bangunan).

Ketentuan seputar layanan urun dana bisa Anda lihat sendiri di POJK.04/2018 Tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding).

Sementara pemodal adalah pihak yang melakukan pembelian saham, dalam hal ini adalah investor seperti Anda yang tertarik menempatkan modal.

Lantas seperti apa mekanisme investasi di equity crowdfunding? Berikut pembahasannya.

Tak beda jauh dengan investasi saham

Konsep equity crowdfunding sejatinya sama seperti saham, dimana modal yang disetor investor akan menjadi ekuitas atau bagian dari kepemilikan. Investor yang membeli saham juga berhak atas dividen dari perusahaan.

Penyelenggara harus mendapat izin OJK, mereka akan bertindak sebagai penyedia sekaligus operator dari layanan urun dana ini.

Adapun proses investasinya adalah, penyelenggara akan memfasilitasi pendaftaran baik untuk penerbit atau pelaku usaha yang ingin diinvestasikan, juga kepada investor pada aplikasi atau platform yang bersangkutan.

Perusahaan yang mau melantai juga bakal IPO

Sejatinya, konsepnya memang mirip. Penyelenggara equity crowdfunding juga akan mengumumkan perusahaan-perusahaan yang akan listing, akan tetapi sejatinya sangat berbeda dengan initial public offering (IPO) di BEI.

Jika IPO merupakan kegiatan penawaran perdana saham ke khalayak umum melalui BEI, equity crowdfunding adalah platform yang mempertemukan investor dengan perusahaan.

Perusahaan-perusahaan di dalam platform equity crowdfunding tidak perlu mengubah statusnya dari perusahaan tertutup jadi terbuka, berbeda dengan perusahaan yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Jadi, proses pengambilan keputusan perusahaan yang melantai di equity crowdfunding tetap mengacu pada ketentuan UU Nomor 40 Tahun 2007.

Imbal hasil menggiurkan, tapi risiko juga tinggi

Imbal hasil investasi equity crowdfunding memang cukup menjanjikan. Sebut saja, dalam setahun ada penerbit yang bisa membagikan dividen hingga empat kali.

Namun ketahuilah bahwa perusahaan-perusahaan penerbit ini bukanlah perusahaan berskala besar seperti yang melantai di BEI.

Tidak heran jika ditemukan beberapa kendala di lapangan seperti perusahaan yang konsisten untuk transparan soal update laporan keuangan ke investor, membayar dividen, dan lain sebagainya.

Tak jarang pula ditemukan komentar di media sosial seputar perusahaan penerbit yang tiba-tiba menghilang begitu saja, tanpa jejak dan merugikan investor.

Selain itu, patut diketahui juga bahwa likuiditas saham-saham di platform equity crowdfunding juga tidak setinggi perusahaan di BEI. Umumnya, Anda hanya bisa menjual saham perusahaan itu setelah memasuki holding period yang sudah ditetapkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*