Pemerintah dan Komisi XI DPR masih terus membahas mengenai aturan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) di dalam Rancangan Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).
Aturan KSP akan dirombak habis-habisan di dalam RUU PPSK. Mulai dari operasionalnya, sistem pengawasannya, hingga aturan sanksi hukuman jika ada pegiat KSP yang melanggar aturan.
Pemerintah mengklaim, pengaturan dan pengawasan sektor keuangan di dalam RUU PPSK salah satunya terlihat dari mandat yang diberikan kepada OJK. Di dalam RUU PPSK tugas OJK juga akan ditambah untuk mengawasi operasional KSP.
“OJK akan diberi mandat mengatur koperasi simpan pinjam, aktivitas aset digital termasuk aset kripto, dan inovasi teknologi sektor keuangan,” jelas Menteri Keuangan Sri Mulyani saat memulai rapat kerja dengan Komisi XI DPR November silam, dikutip Selasa (6/12/2022).
CNBC Indonesia telah merangkum hasil pembahasan antara pemerintah dan Komisi XI DPR tentang KSP yang sudah dibahas sejak November lalu. Berikut rangkuman lengkapnya.
Pada rapat Panja RUU PPSK di Komisi XI DPR, Kamis (24/11/2022), disepakati bahwa KSP akan terdiri dari dua jenis kategori besar, yakni open loop dan close loop alias sistem terbuka atau sistem tertutup.
Selama ini aturan KSP di dalam UU Perkorperasian diatur dengan mekanisme sistem tertutup atau close loop. Mulai dari modalnya yang berasal dari anggota, baik dalam bentuk simpanan wajib dan simpanan pokok.
Maupun juga modal yang berasal dari pinjaman sumber lain, anggota lain, bank, lembaga keuangan, obligasi, hingga surat utang.
Modal KSP tersebut kemudian bisa digunakan untuk kegiatan simpan pinjam di dalam koperasi itu sendiri dari, oleh, dan untuk anggota.
Sisa hasil usaha yang diperoleh dari kegiatan simpan pinjam dalam koperasi itu pun hanya akan digunakan untuk dana cadangan atau memperkuat modal, baru dibagikan ke anggota.
Dengan terbukanya opsi sistem open loop atau sistem terbuka di RUU PPSK, maka KSP diperbolehkan untuk memperbesar modal usahanya itu dari pinjaman langsung dari bank, lembaga keuangan lainnya, obligasi maupun surat utang.
Ketika modalnya semakin besar pun bisa diletakkan ke dalam bentuk deposito hingga investasi di pasar modal.
“Misal koperasi itu berpikir kalau hanya ditaruh di deposito dan tabungan bunganya kecil, mau ditaruh di instrumen investasi, di pasar modal, bisa juga,” tutur Pimpinan Panja RUU PPSK Dolfie Othniel Frederic Palit, dikutip Selasa (6/12/2022).
Artinya, di dalam RUU PPSK ini, KSP dapat melakukan penghimpunan dan/atau penyaluran dana kepada pihak lain selain anggota. Itu sebabnya, pengawasan harus di bawah OJK.
Dalam bleid Pasal 319A, KSP wajib melaporkan kegiatan usahanya kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi mengenai kegiatan usahanya, dalam hal ini Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM).
Apabila KSP tersebut memenuhi kriteria untuk menjadi lembaga keuangan, maka kemudian menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi menyerahkan daftar koperasi yang wajib bertransformasi kepada OJK.
Kemudian, KSP yang bisa melakukan penghimpunan dan/atau penyaluran dana kepada pihak selain anggota diberikan waktu paling lama 6 bulan wajib bertransformasi.
“OJK memproses perizinan usaha dan melakukan pengawasan terhadap Koperasi paling lama 6 bulan sejak daftar koperasi yang wajib bertransformasi menjadi lembaga keuangan diterima,” tulis bleid Pasal 319A ayat (7) DIM RUU PPSK.
Selama masa penilaian dan masa pemberian waktu 6 bulan untuk melakukan transformasi, Kemenkop UKM menghentikan pemberian izin usaha koperasi yang menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam.
“Kecuali dalam rangka restrukturisasi usaha simpan pinjam koperasi yang telah ada pada saat undang-undang ini dinyatakan berlaku,” jelas bleid Pasal 319A ayat (9) DIM RUU PPSK.
Para anggota panja sepakat dan mendukung langkah pemerintah mengatur ketentuan sistem terbuka KSP ini lebih lanjut, termasuk ketentuan lainnya hingga adanya kewajiban pengawasan oleh OJK.
Pengawasan KSP di dalam pembahasan RUU PPSK bukan hanya akan diawasi oleh OJK, namun juga akan diawasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, yang juga menjadi Ketua Panitia Kerja (Panja) dari pemerintah, Febrio Kacaribu menjelaskan, di undang-undang yang ada saat ini, Kemenkop UKM tidak memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan.
Adanya udang-undang PPSK ini, pemerintah ingin agar Kemenkop dan UKM memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan kepada KSP.
“Kemenkop harus diberikan wewenang memberikan pengawasan. […] Harus diberikan kewenangan bagi Kemenkop sehingga dalam melakukan transisi tidak menimbulkan disrupsi yang tidak perlu,” jelas Febrio dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (5/12/2022).
Adapun, di dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang masih dibahas, dalam Pasal 319A ayat (5) dijelaskan bahwa Koperasi dapat bertransformasi menjadi lembaga jasa keuangan.
Artinya, ketika koperasi memperluas jangkauannya menjadi lembaga jasa keuangan, mereka bisa menyalurkan pinjamannya kepada masyarakat di luar anggotanya.
Oleh karena itu, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi, dalam hal ini Kemenkop UKM harus melakukan penilaian yang dimaksud.
“Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang koperasi dapat dibantu oleh pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota,” jelas Staf Ahli Komisi XI DPR yang membacakan bleid DIM RUU PPSK.
Pada gilirannya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memproses perizinan usaha dan melakukan pengawasan terhadap Koperasi paling lama 6 bulan sejak daftar koperasi yang wajib bertransformasi menjaga lembaga keuangan diterima.
Sehingga, pelaksanaan pengawasan KSP ini berdasarkan pembahasan DIM yang masih berjalan antara pemerintah dan Komisi XI DPR memungkinkan Koperasi akan diawasi oleh Kemenkop UKM dan OJK.
Kendati demikian, penambahan wewenang pengawasan Koperasi oleh Kemenkop UKM, tampaknya tidak diterima oleh Komisi XI DPR.
Ketua Panja Komisi XI Dolfie menjelaskan, pihaknya hanya menyetujui pengawasan Koperasi di bawah aturan OJK.
“Kami tidak bisa menampung sesuatu yang belum tuntas konsepnya di Kementerian Koperasi sendiri. Yang bisa kita lakukan menjaga di sektor jasa keuangan tidak merugikan anggota atau masyarakat yang dilayani,” jelas Dolfie.
“Yang tidak berkaitan dengan ini, langsung dan tidak langsung kita drop saja. Supaya lebih fokus. Kalau Kementerian Koperasi minta kewenangan jangan di undang-undang ini,” kata Dolfie lagi.
Dolfie bilang, bahwa pengawasan Koperasi harus disepakati seperti hasil rapat panja yang sudah dilakukan sebelumnya.
Ada empat hasil yang sudah disepakati pemerintah dan Komisi XI DPR mengenai KSP, berikut diantaranya:
– Pengawasan koperasi yang berkegiatan dalam sektor jasa keuangan dilakukan oleh OJK.
– Pengawasan koperasi yang berkegiatan dalam sektor jasa keuangan dilakukan oleh OJK setelah mendapatkan rekomendasi dan penetapan dari Kementerian Koperasi dan UKM.
– Syarat dan ketentuan tentang koperasi yang berkegiatan dalam sektor jasa keuangan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM.
– Ketentuan mengenai norma, standar prosedur, dan kriteria dalam melakukan pengawasan ditetapkan lebih lanjut melalui Peraturan OJK.
Dari empat poin yang disepakati untuk menjadi rujukan pemerintah dan Komisi XI DPR mengenai KSP, dispekati untuk dibagi ke dalam empat klaster.
Klaster 1 meliputi Pasal 44 tentang koperasi menghimpun dana, Pasal 44B tentang perizinan, pengaturan, dan pengawasan koperasi oleh Kemenkop UKM, dan Pasal 44C tentang modal, cadangan, dan hibah.
Kemudian, untuk kluster 2 meliputi; Pasal 44D tentang Kemenkop menyerahkan koperasi simpan pinjam (KSP) ke OJK; Pasal 44E tentang izin usaha KSP oleh OJK; dan Pasal 44F tentang anggaran dasar koperasi persetujuan OJK.
Klaster 3 antara lain; Pasal 44G tentang pencabutan izin usaha oleh Kemenkop; Pasal 44H tentang pembubaran koperasi oleh Kemenkop; dan Pasal 44I tentang penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Serta, Klaster 4 meliputi Pasal 319A tentang (i) penilaian KSP SJK, (ii) transformasi 6 bulan.
Mengenai sanksi denda hingga pidana, diketahui di dibahas di dalam Pasal 64 RUU PPSK.
Dalam bleid tersebut dijelaskan, setiap orang yang menjalankan koperasi tanpa izin kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi, dipidana sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 2 miliar.
Adapun, setiap orang yang menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam kepada pihak selain yang dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), dipidana denda paling sedikit Rp 1 miliar dan paling banyak Rp 2 miliar.
Kemudian di dalam Pasal 64C dijelaskan, dalam kegiatan usaha KSP yang mengakibatkan kerugian terhadap harta benda, atau kerusakan barang, selain dipidana dengan pidana denda, pelaku pidana dengan pidana tambahan berupa penggantian kerugian atas harta benda atau kerusakan barang.
Pidana tambahan berupa penggantian kerugian atas harta benda atau kerusakan barang, dimaksud pada dikembalikan kepada pihak yang dirugikan.
“Penggantian kerugian dimaksud yakni sejumlah kerugian yang diderita, atau secara proporsional dalam hal jumlah penggantian kerugian atas harta benda atau kerusakan tidak mencukup jumlah total yang ditimbulkan,” jelas bleid Pasal 64C ayat (2) yang dibacakan oleh Staf Ahli dalam rapat panja RUU PPSK kemarin Senin (5/12/2022).
Dalam melaksanakan putusan pidana dan pidana tambahan berupa ganti kerugian, terpidana diberikan jangka waktu satu bulan terhitung sejak putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Kendati demikian, jika pada alasan tertentu dan terbukti kuat kebenarannya, ganti kerugian dapat diperpanjang paling lama satu bulan.
“Dalam hal terdapat alasan kuat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diperpanjang untuk waktu paling lama 1 bulan,” tulis Pasal 64C ayat (5).
Adapun dalam hal terpidana tidak membayar pidana denda dan/atau pidana tambahan berupa ganti kerugian, harta benda terpidana disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi denda dan ganti kerugian.
Dalam hal penyitaan dan pelelangan harta benda tidak cukup atau tidak memungkinan untuk dilaksanakan, maka pidana denda atau pidana tambahan berupa ganti kerugian yang tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 8 tahun.